Sekjen KNPB Ones N S/photolist |
Kita baru melakukan perang dan
rakyat ada di antara kita. [Kita membentuk] base de apoio yang
konsepnya adalah basis yang berfungsi memberi dukungan logistik dan
politik – yang bisa kita katakan revolusi…Komite Sentral Fretilin pada
bulan Mei 1976 menerapkan base de apoio. Maka dibentuk enam
sektor…Dengan ini telah didefinisikan base de apoio. Telah dibentuk
struktur base de apoio. Base de apoio dilaksanakan sebagai mekanisme
mengorganisir penduduk agar bisa melanjutkan perang.
Di
tempat-tempat pemukiman, yang dalam pembagian wilayah menurut strategi
perang disebut “zona reta guarda” (wilayah pemunduran), dijadikan base
de apoio. Penduduk diorganisasikan untuk melaksanakan program pertanian,
kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan pembebasan perempuan.
Produksi Pertanian
Untuk meningkatkan produksi, kerja pertanian dilakukan oleh penduduk yang diorganisir dalam kelompok kerja (equipa).20 Lahan pertanian dibagi menjadi tiga bentuk pemilikan, yaitu pribadi, coperativa (koperasi), dan propriedade estatal (lahan milik negara).‡ Lahan pribadi adalah milik setiap keluarga, yang dikerjakan oleh seluruh anggota kelompok kerja, hasilnya tetap menjadi hak masing-masing keluarga. Lahan koperasi adalah milik seluruh anggota kelompok kerja yang dikerjakan oleh seluruh anggota dan hasilnya dibagi rata kepada seluruh anggota.* Sedang propriedade estatal dikerjakan oleh semua orang yang hasilnya digunakan untuk keperluan negara, yaitu memberi makan kepada angkatan bersenjata (Falintil), para pengurus sipil, orang tua dan orang cacat yang tak mampu bekerja, cadangan kalau keadaan darurat dan cadangan bibit. Selain tanaman pangan seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar dan pisang, juga diusahakan menanam kapas.
Kaum perempuan juga bekerja dalam
produksi pertanian dengan menjalankan kegiatankegiatan seperti menumbuk
sagu dan membuat anyaman barang-barang keperluan seperti keranjang. Jika
perempuan punya anak yang masih harus diasuh, pengasuhannya dilakukan
di crèche (tempat pengasuhan anak). Pengurusan crèche dilakukan secara
bergilir oleh penduduk yang diorganisir di dalam equipa crèche.
Pada awalnya, kegiatan produksi pertanian ini berjalan hanya dengan
sedikit gangguan. Tetapi keadaan menjadi memburuk dengan terjadinya
ofensif militer besar-besaran sekitar pertengahan September 1978.
Lahan-lahan pertanian yang sudah ditanami tidak bisa dipanen karena
penduduk terus-menerus harus berpindah tempat karena serangan tentara
Indonesia. Demikan pula penyiapan lahan baru tidak bisa dilakukan.
Kesehatan
Para kader Fretilin yang bertanggungjawab atas bidang kesehatan, termasuk para dokter tradisional, membuat obat-obatan dari bahan tumbuh-tumbuhan termasuk pil kina dan obat untuk menyembuhkan luka tembak.26 Mereka juga merawat orang-orang yang luka karena pertempuran, termasuk melakukan operasi kecil. Di bidang obat-obatan sempat dilakukan penelitian tentang tumbuh-tumbuhan yang punya khasiat mengobati. Lucas da Costa, yang pada masa akhir pemerintah Portugis menjabat sebagai kepala rumah sakit Same (Manufahi), mengemukakan pengalamannya di kawasan Uaimori:
…saya menjalankan penelitian tentang pengobatan
dengan obat-obatan tradisional sekitar pertengahan 1976…Di sana kita
membangun sebuah rumah sakit, kita membuat studi tentang obat
tradisional. Kita kumpulkan beberapa orang yang tahu tentang obat
tradisional, kita melakukan beberapa eksperimen dan kita mencoba
membangun sebuah farmasi untuk membuat tablet dan injeksi. Tapi injeksi
kita tidak berhasil. Yang berhasil adalah tablet untuk malaria. Untuk
sakit kepala kita berhasil membuat, meskipun terlalu kasar, tapi efektif
juga.
Mantan pelajar memberikan pendidikan masyarakat mengenai
hidup sehat dan penggunaan serta pembangunan kakus umum yang sesuai
syarat kesehatan. Virgílio da Silva Guterres dari zona Venilale (Baucau)
mengisahkan pengalamannya:
[Pemuda] yang sudah kelas tiga
sekolah dasar direkrut untuk diberi pelatihan tentang alfabetisasi,
kesehatan dan politik. Setelah pelatihan selesai para peserta dibagi ke
dalam kelompok-kelompok yang disebut Brigada Dinamisadora [Brigade
Dinamisator], yang masing-masing terdiri dari lima orang. Tugasnya
adalah mengajar tentang huruf, tentang kesehatan dan membantu mereka
membuat kakus di tempat-tempat yang sesuai dengan syarat kesehatan.
Pendidikan dan Kebudayaan
Fretilin menyelenggarakan dua jenis pendidikan: pemberantasan buta huruf dan pendidikan politik. Kegiatan pemberantasan buta huruf untuk orang dewasa agaknya tidak diselenggarakan secara merata karena keterbatasan tenaga yang terlatih di bidang ini. Di tempat tertentu, kegiatan ini dijalankan oleh para aktivis organisasi perempuan OPMT dan khususnya ditujukan untuk kaum perempuan.29 Juga ada zona tertentu yang menyelenggarakan kegiatan sekolah untuk anak-anak.
Kegiatan
pendidikan yang paling merata adalah pendidikan politik. Fretilin
memberikan perhatian yang besar pada pendidikan politik untuk kader
dengan tujuan meningkatkan kemampuan mereka dalam pengorganisasian
masyarakat serta pengetahuan politik dan ideologis mereka. Komisariat
setiap sektor menyelanggarakan apa yang disebut Pusat Pendidikan Politik
(Centro da Formação Política, Ceforpol). Ceforpol harus diikuti oleh
“quadro medio” (“kader menengah,” yaitu para pengurus komite regional
dan komite zona), tetapi kadangkadang juga diikuti oleh “quadro
inferior” (“kader rendah,” para pengurus suco dan aldeia).
Yang dicakup
dalam pendidikan ini antara lain sejarah Timor-Leste sejak kolonialisme
Portugis, teori tentang tahap-tahap perkembangan masyarakat, filsafat
idealisme dan materialisme, membangun kekuasaan rakyat, prinsip “garis
massa” (linha de massa) dan “sentralisme demokratis” (centralismo
democrático) dalam pengorganisasian, emansipasi perempuan dan produksi
bahan makanan secara kolektif.
Juga dibahas masalah-masalah yang
berhubungan dengan perkembangan perang dan strategi perang pembebasan
nasional Timor-Leste, serta perang pembebasan nasional di negeri-negeri
lain, seperti di Guinea-Bissau, Cina dan Vietnam. Para pengajar dalam
Ceforpol adalah anggota Komite Sentral Fretilin dan komandan militer
Falintil. Secara keseluruhan Ceforpol berada di bawah tanggungjawab
Departemen Orientasi Politik dan Ideologi (Departemento da Orientação
Política e Ideológica, DOPI) yang merupakan satu badan dalam Komite
Sentral Fretilin yang berwenang mengenai masalah ideologis.
Kegiatan pendidikan politik untuk masyarakat umum tujuannya adalah untuk
menumbuhkan semangat nasionalisme dan mendukung perjuangan pembebasan
nasional. Para pengurus tingkat zona menyelenggarakan program
“pencerahan” (esclarecemento). Di tempat tertentu kegiatan ini
dijalankan oleh Brigada Dinamisadora yang berkeliling ke tempattempat
pemukiman penduduk memberikan penjelasan tentang isi Manual e Programa
Políticos Fretilin (Pedoman dan Program Politik Fretilin) dan perlunya
bekerja untuk mendukung angkatan bersenjata Falintil yang berperang
untuk merebut kemerdekaan. Di tempat yang tidak ada Brigada
Dinamisadora, kegiatan ini dilakukan oleh para assistente zona. Para
aktivis OPMT juga giat melakukan kegiatan ini.
Biasanya pendidikan
politik rakyat dijalankan bersama dengan kegiatan kebudayaan. Seorang
anggota Brigada Dinamisadora memberikan kesaksiannya kepada Komisi:
Setiap Brigada dikirim ke aldeia untuk mengajar pada siang hari. Pada
malam hari acaranya adalah tebe dan dansa, juga melantunkan syair-syair
tradisional serta menyanyikan lagu-lagu rakyat…Kata-kata yang dilantukan
dalam pantun-pantun dan lagu-lagu adalah tentang orang miskin dan
penderitaan mereka karena invasi serta kenangan pada orang-orang yang
mati karena berjuang demi tanah air. Kata-kata tersebut semakin
membangkitkan simpati pada orang miskin dan tekad berjuang demi
kemerdekaan tanah air.
Kegiatan kebudayaan Fretilin diarahkan
oleh suatu gagasan tentang pengembangan perasaan nasional, yaitu
perasaan bahwa semua orang yang hidup di Timor-Leste adalah suatu bangsa
yang hanya akan mencapai kemajuan jika berjuang membebaskan diri dari
penjajahan. Tema orang miskin yang harus berjuang telah dikembangkan
sejak sebelum terjadinya invasi Indonesia. Untuk itu Fretilin mengambil
lagu-lagu tradisional dari berbagai daerah dan memberinya syair-syair
yang sesuai. Lagu-lagu juga dinyanyikan bersama dengan tari-tarian
tradisional yang sesuai dengan semangat persatuan, seperti tebe dan
dahur.
Kegiatan kebudayaan dibimbing oleh gagasan Fretilin
tentang kesederajatan manusia. Bagi Fretilin kolonialisme adalah suatu
bentuk ketidaksederajatan antar manusia dalam mana suatu golongan
minoritas manusia menghisap dan menindas mayoritas. Penindasan dan
penghisapan ini tidak hanya terjadi antara penguasa kolonial terhadap
rakyat Timor-Leste, tetapi juga terjadi di dalam masyarakat Timor-Leste
sendiri, yaitui antara liurai (raja) terhadap rakyat kebanyakan melalui
berbagai bentuk hubungan upeti dan kerja wajib.
Ketidaksederajatan juga
erlangsung dalam bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan
akibat posisinya yang rendah dalam sistem masyarakat tradisional.
Fretilin memperkenalkan konsep “camarada” yang memandang setiap orang
sebagai kawan yang sederajat. Perlunya menghapuskan ketidaksederajatan
akibat penghisapan dan penindasan dan menggantikannya dengan
kesederajatan menjadi tema dalam lagu-lagu dan syair-syair yang
dinyanyikan dalam berbagai kegiatan kebudayaan dan pemberantasan buta
huruf.
Emansipasi Perempuan
Emansipasi perempuan juga merupakan bagian dari program sosial-politik Fretilin. Kaum perempuan didorong untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan pendidikan, kesehatan, produksi pertanian dan produksi barang-barang keperluan perang seperti keranjang (lafatik dan luhu) dan tas. Crèche (tempat pengasuhan anak) didirikan agar memungkinkan perempuan terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Orang dewasa laki-laki dan perempuan diatur dalam giliran mengasuh anak-anak di crèche. Crèche juga menjadi tempat mendidik anak-anak agar menjadi nasionalis yang berjiwa revolusioner melalui lagu-lagu perjuangan, syair-syair dan teater.
Di beberapa tempat
diselenggarakan kursus untuk mempersiapkan perempuan yang akan menikah.
Misalnya, OPMT di Zona Modok, Sektor Centro Norte menyelenggarakan
kursus ini.
Tujuannya adalah membentuk keluarga yang nasionalis dan
menghargai hak laki-laki dan perempuan. Para calon pengantin diberi
penjelasan tentang konsep emansipasi perempuan. Adat barlaque yang
mengharuskan pertukaran barang dalam jumlah dan jenis tertentu antara
keluarga calon pengantin perempuan dan laki-laki, yang dinilai
merendahkan kaum perempuan, ditafsirkan kembali dan ditegaskan nilainya
sebagai simbol penghormatan pada martabat perempuan. Melalui kursus ini
para calon pengantin juga belajar untuk menentang sikap-sikap dan
prakonsepsi kolonialis
0 komentar:
Posting Komentar